Tuesday, September 25, 2012

Filled Under:

Al’Hadhonah, Masjid Tertua di Toba

Suatu hari, tanggal 3 maret 1910 seorang pedagang, pemeluk agama Islam bernama Djahoeat Napitupulu (Ayah kandung Mara Qodim Napitupulu), datang ke Balige. Beliau berasal dari Sibolga. Kemudian, bersama tokoh Islam lainnya, mengembangkan syiar agama di kota yang kental nuansa budaya adat Batak dan filosophy dalihan na tolu.
Diduga, orang pertama yang membawa ajaran agama Islam ke Tobasa, adalah Lobe Sangajo Napitupulu dari Balige, dan Lobe Leman Tampubolon dari Sibala Hotang. Keduanya merupakan perintis dan pembawa ajaran Islam di kota ini, sembari menjalankan usahanya, sebagai pedagang pada masa itu.

Zaman dulu (jadul), nenek moyang kita hidup dalam kekafiran (hasipelebeguon). Kehidupan para leluhur, sangat mudah dipengaruhi Belanda. Sehingga, sering terjadi perkelahian (perang) antar kampoeng yang disebut “harajaon mangalo harajaon, huta mangalo huta”. Dan akhirnya, bangsa kita khususnya daerah Batak (Tapanuli) mudah dikuasai penjajah. Alhamdulillah. Tuhan maha pengasih lagi maha penyayang.
Pelaksanaan ibadah sholat bisa ditunaikan pada saat yang ditentukan di mana saja. Namun, masjid adalah merupakan lingkungan yang terbaik. Bangunan yang pertama didirikan untuk beribadah adalah Masjid il-Harom. Didirikan nabi Ibrahim as. dengan anaknya Ismail as.
Para khalifah terdahulu, mengikuti sunnah Rasulullah saw mendirikan masjid, sebagai tempat bagi ummat muslim beribadah. Dengan kedudukan sejajar. Tanpa suatu perbedaan apapun juga. Sebab, kedudukan manusia di hadapan Allah sama saja. Tidak dibedakan antara “penjahat dan penjahit”, antara “kopral dan jendral” kecuali dibedakan oleh keimanan dan ketaqwaannya.
Suatu hari, tanggal 3 maret 1910 seorang pedagang, pemeluk agama Islam bernama Djahoeat Napitupulu (Ayah kandung Mara Qodim Napitupulu), datang ke Balige. Beliau berasal dari Sibolga. Kemudian, bersama tokoh Islam lainnya, mengembangkan syiar agama di kota yang kental nuansa budaya adat Batak dan filosophy dalihan na tolu.
Diduga, orang pertama yang membawa ajaran agama Islam ke Tobasa, adalah Lobe Sangajo Napitupulu dari Balige, dan Lobe Leman Tampubolon dari Sibala Hotang. Keduanya merupakan perintis dan pembawa ajaran Islam di kota ini, sembari menjalankan usahanya, sebagai pedagang pada masa itu.
Orang yang mula-mula masuk menjadi pemeluk agama Islam, yaitu Thomas gelar Djabadullah Napitupulu, Mandjo gelar Djalendo Napitupulu dan Lobe Taat Napitupulu. Kemudian masuk jugalah Johannes Nainggolan (H. M. Nainggolan), menjadi Imam di masjid Al- Hadhonah. Asalnya dari Sosor Tangga Siahaan Balige.
Setelah itu, Bapak Lobe Tinggi Pardede (H. A. Halim Pardede) masuk memeluk agama Islam. Kemudian, diberangkatkan mengaji ke Padang Sidempuan selama 3 tahun. Selanjutnya, ajaran agama ini berkembang di Kabupaten Simalungun, tepatnya di Kecamatan Parapat.
Melihat perkembangan ajaran agama Islam yang cukup pesat saat itu, masuklah Djaumar Simanjuntak (H.Umar). Beliau ini dulunya berasal dari keluarga datu-datu. Seterusnya, mereka mengajak Dja Solim Simanjuntak (H. Solim), Dja Isak gelar guru Lempang Tampubolon, Dja Padang Pangaribuan dan Dja Sudin Hutagaol dari Mejan. Beliau-beliau inilah yang kemudian menjadi muballigh dan mendirikan masjid yang ada di Mejan sekarang. Lalu, masuklah H. Selamat dari Simanjuntak Hutabulu.
Begitulah, Agama Islam terus menerus diperjuangkan. Hingga mencapai 150 rumah tangga. Meliputi Mejan, Simarmar, Parsuratan, Simanjuntak, Hinalang, Tambunan dan Kota Balige sekitarnya. Atas upaya yang dilakukan Alm. Lobe Leman Tampubolon, didapatlah izin dari Residen Tapanuli tertanggal 2 Januari 1918, untuk mendirikan masjid. Sayang, beliau tidak sempat membangunnya, karena dipanggil Allah swt, tanggal 22-3-1922.
Perjuangan untuk mendirikan masjid tetap diteruskan. Yaitu, dengan terbentuknya suatu organisasi Komite Masjid Balige, tahun 1923. Anggotanya yaitu, H. A. Manap (sebagai Presiden), H. A.H. Pardede (sebagai Vice Presiden), H. M. Nawawi Nainggolan (sebagai Sekretaris dan Kasir), H.Selamat dan H.Umar (sebagai Anggota)
Alm. Mara Qodim Napitupulu (gelar Ompu si Rani Napitupulu), dulu sering bertindak sebagai Imam, ataupun khotib di Masjid ini. Bersama beberapa tokoh dan sesepuh lainnya, mengumandangkan syiar agama. Tentu, dengan keterbatasan serta kemampuan yang mereka miliki. Pesan “amar ma'ruf nahin munkar” disampaikan, mengajak berbuat kebajikan, dengan senantiasa menjauhi kezholiman.
Diperkirakan tahun 1890, atau kemungkinan beberapa tahun sebelumnya, telah berdiri Musholah di Balige. Tempat beribadah generasi Lobe Sangajo Napitupulu. Selanjutnya, beliau meminta kepada ayahandanya, Raja Marsait Bodil sebidang tanah berukuran 15x20m2 untuk didirikan Musholah.
Dari sinilah kemudian, bangunan musholah berkembang menjadi Masjid. Waktu itu, panitianya Pak Untung (bertugas sebagai kepala cabang BNI Balige). Sekretaris Ustz. Arso, SH (sekarang Hakim Pengadilan Agama Medan). Sementara, Bendahara adalah H.A. Harahap. Berkisar tahun1964 Ustz. Syamsudin Simangunsong, menjadi Imam tetap di Masjid Al-Hadonah yang merupakan masjid tertua di kota ini. Mereka adalah penggagas, sekaligus pelaksana ulet dalam membangun.
Di satu kota kecil biasa disebut Balige Raja,. ternyata banyak tokoh berperan menghidupkan syiar Islam di sini. Kerinduan mereka akan ajaran kebenaran, bukan hanya merupakan usaha secara terka-terkaan dan membabi buta. Sebab, untuk melihat yang hakikinya tak dapat mereka jangkau.
Mereka, orang-orang pilihan. Mendharma-baktikan diri,.demi pemenuhan sebuah keinginan. Ingin berbuat yang terbaik di bona pasogit-nya. Kehadirannya, tidak muncul satu demi satu. Akan tetapi secara total, selama masa yang berkepanjangan, hingga tugas mulia yang merupakan panggilan jiwa bisa terlaksana.
(Sumber dirangkum dari catatan sejarah pengembangan Agama Islam dan Pendirian Masjid Alhadhonah Balige)

0 comments:

Post a Comment

Copyright @ 2013 Remaja Mesjid Al-Hadhonah Balige.